Bisnis model UKM tidak bisa dianggap remeh. Biarpun kecil, ternyata ada yang bisa merambah luar negeri.
Usaha Kecil dan Menengah (UKM) merupakan salah satu urat nadi yang
penting dalam perekonomian di negara kita. Sebagai gambaran, kendati
sumbangannya untuk output nasional (PDRB) hanya 56,7% dan untuk
ekspor nonmigas hanya 15%, namun UKM memberi kontribusi sekitar 99%
dalam jumlah badan usaha di Indonesia serta punya andil 99,6% dalam hal
penyerapan tenaga kerja. Bahkan, ketika krisis
moneter tahun 1997-an terjadi di mana perusahaan-perusahaan besar di
Indonesia langsung terkena dampaknya sehingga banyak yang gulung tikar,
hanya di kalangan UKM yang masih tetap bertahan dan hidup hingga kini.
Sayangnya, selama ini usaha jenis ini kurang mendapatkan perhatian. Bisa
dibilang, kesadaran itu akan pentingnya UKM baru muncul belakangan ini
saja.
Banyak sekali bidang usaha dalam UKM yang dijalankan oleh masyarakat.
Salah satunya adalah kerajinan batik dari Pekalongan, Jawa Tengah, yang
dijalankan oleh Fathia Sa’adah. Usaha ini pada awalnya dilakukan oleh
keluarga yang kemudian dilanjutkan oleh generasi selanjutnya. Fay,
demikian nama panggilannya, merupakan penerus usaha batik keluarga yang
dirintis sejak tahun 1975-an itu. Dimulai oleh neneknya, lalu
orangtuanya, hingga dirinya sendiri. Setiap usaha kerajinan batik punyai
kekhasan masing-masing . Pada batik keluarga tersebut, unsur klasik
lebih diutamakan.
Fay sendiri baru menekuni bisnis ini secara serius sejak berhenti
dari pekerjaannya pada tahun 2000. “Awalnya, saya memasarkan produk
batik di tempat bekerja dulu. Jadi sambil kerja, jualan juga,“ paparnya.
Dua tahun kemudian, bermodalkan hasil penjualan batik, ia memutuskan
untuk serius berbisnis dengan membuka toko batik. Bisnisnya ternyata
berkembang mulus. Kini Fathia telah memiliki tiga buah toko dengan modal
gabungan dari teman dan familinya.
Menurutnya, modal awalnya bisa dibilang nol. Bahan-bahan batik ia
dapatkan dari usaha orangtuanya, yang kemudian ia jual kepada
teman-temannya. Keuntungan-keuntungan tersebut kemudian ia kembangkan
sendiri. “Tetapi, modal saya untuk buka satu toko secara keseluruhan
mencapai 50 juta rupiah. Itu termasuk sewa toko, lho,“ ungkap ibu
seorang putra ini.
Tahap selanjutnya, usaha keluarga mengalami kemajuan. Ini ditandai
dengan ekspor ke beberapa negara, seperti Jepang, Amerika dan Spanyol.
“Mereka datang sendiri melalui agen penjualan di Jogja, Bali dan
Jakarta. Melalui agen-agen itulah kami mengirim batik-batik kami,“
lanjutnya. Dari ekspor tersebut, Fay bisa memperoleh keuntungan sekitar
Rp 200 juta per bulan, itupun khusus dari ekspor ke negara Jepang saja.
Menurut Fay, ada perbedaan bahan yang akan dipasarkan ke setiap
negara tujuan ekspor. Pasar Amerika lebih memilih bahan batik dari
katun. Sedangkan untuk Jepang, bahannya terbuat dari sutera. Selain itu,
bahan dasarnya malahan didatangkan dari negeri Sakura itu sendiri.
Mereka hanya minta dibuatkan motifnya saja di Indonesia.
“Nantinya, saya berencana untuk mengembangkan ekspor kerajinan batik
ini ke negeri jiran, Malaysia. Saya ingin mencoba ke sana,“ ungkap Fay
sembari tersenyum, ketika ditanya soal rencana pengembangan usaha ke
depan.
Usaha yang dikelola oleh Fay ini hanya merupakan salah satu dari
sekian banyak keberhasilan UKM di Indonesia. Mereka bisa berhasil tanpa
campur tangan atau bantuan dari pemerintah (seperti yang dilakukan oleh
banyak konglomerat), yang seharusnya bisa lebih mengulurkan tangan pada
mereka.
Sumber : Marketing.co.id
Menu
- Amplop
- Brosur
- Buku Yasin Tahlil
- Block Note
- Kartu Nama
- Kop Surat
- Nota HVS & Dorslag
- Nota NCR
- Paper Bag
- Pulpen Souvenir
- Roll Up Banner
- Voucher Art Paper
- Stempel Flash
- Stempel Kayu
- Stempel Trodat
Jumat, 15 April 2016
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar